Ekonomi

Industri Batu Bara Indonesia Hadapi Risiko Transisi Sulit Saat Permintaan Menurun

Industri batu bara Indonesia tengah menghadapi tekanan yang semakin besar dan perlu melakukan diversifikasi, seiring dengan penurunan impor dari dua pelanggan utamanya, Tiongkok dan India. Laporan terbaru dari lembaga pemikir energi yang berbasis di Jakarta, Energy Shift, memperingatkan bahwa ketergantungan berlebihan pada ekspor batu bara bisa berdampak serius terhadap perekonomian jika tidak segera diimbangi dengan pergeseran ke energi bersih.

Dalam laporan yang dirilis pada Selasa, disebutkan bahwa sektor batu bara saat ini menyumbang sekitar 3,6% terhadap produk domestik bruto Indonesia dan menyediakan lapangan kerja bagi puluhan ribu orang. Namun, jika tidak mulai beralih ke sumber energi yang lebih ramah lingkungan sekarang, Indonesia berisiko menghadapi transisi yang jauh lebih mahal di masa mendatang.

Indonesia merupakan pengekspor batu bara terbesar di dunia, dan sektor ini menjadi pilar penting bagi perekonomian nasional melalui pendapatan pajak dan penciptaan lapangan kerja. Oleh karena itu, penurunan permintaan global yang diperkirakan akan berlangsung dalam jangka panjang menjadi tantangan besar bagi negara dengan populasi sekitar 280 juta jiwa ini.

Meskipun permintaan mulai melambat, produksi batu bara Indonesia justru terus meningkat. Pada tahun 2024, produksi mencapai rekor tertinggi sebesar 836 juta ton, naik hampir 8% dibandingkan tahun sebelumnya.

Namun, industri batu bara Indonesia sangat bergantung pada sejumlah kecil pembeli. Pada tahun 2023, hampir dua pertiga dari ekspor batu bara Indonesia dikirim ke Tiongkok dan India.

Tiongkok sendiri masih menggunakan batu bara untuk lebih dari setengah kebutuhan pembangkit listriknya. Negara itu menyumbang 41% dari total impor batu bara global pada tahun 2024, atau sekitar 543 juta ton. Meskipun demikian, lebih dari 75% peningkatan permintaan energi di negara tersebut tahun lalu dipenuhi oleh energi bersih.

Sementara itu, India mencatat penurunan impor batu bara sebesar 8,4%, dari 200,19 juta ton metrik pada April–Desember 2023 menjadi 183,42 juta ton pada periode yang sama tahun 2024, berdasarkan data pemerintah. Penurunan ini merupakan bagian dari upaya India untuk mengurangi ketergantungan pada impor dengan meningkatkan produksi dalam negeri. Impor batu bara oleh industri seperti semen, baja, dan aluminium yang membeli dengan harga pasar menurun sebesar 12%, sedangkan impor untuk pembangkit listrik tenaga uap bahkan turun drastis hingga 29,8%.

Di Indonesia sendiri, ekspor batu bara anjlok ke titik terendah dalam tiga tahun pada periode Januari hingga April tahun ini. Para pakar menilai penurunan ini bisa menjadi sinyal awal dari tren jangka panjang yang perlu diwaspadai.

“Ini adalah peringatan yang harus mulai disikapi dengan serius oleh para pelaku tambang batu bara Indonesia,” ujar Hazel Ilango dari Energy Shift Institute.

Laporan tersebut menekankan pentingnya bagi Indonesia untuk segera memanfaatkan momentum transisi energi global dan mengembangkan alternatif yang lebih berkelanjutan agar tidak tertinggal dalam perubahan pasar energi internasional.